Oleh : Husni Alharid Rajo Mudo
Sistem demokrasi idealnya sudah menawarkan semua individu seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam proses politik. Namun, ketika posisi-posisi penting diwariskan di dalam satu keluarga, kesempatan ini menjadi terbatas. Hal ini menghambat munculnya pemimpin-pemimpin baru serta anak-anak muda yang tumbuh dalam tempaan proses dunia aktivis pergerakan yang hasilnya tentu lebih berkualitas, belum lagi ditataran sebagian masyarakat yang kental dengan suguhan calon instan diparam masak semalam , ini tentu membawa kepada dinamika politik yang tidak sehat.
Selain itu, politik dinasti juga memperburuk masalah korupsi dan nepotisme, ibarat makan tak termuat lagi di perut di paksa juga, bahkan muntahpun biarlah di lulua lagi. Begitulah Ketika kekuasaan terkonsentrasi dalam satu keluarga, ada kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan keluarga di atas kepentingan umum. Ini tentu akan menciptakan lingkungan di mana praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan menjadi lebih lazim dan biasa, karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas. Semua bisa kelamak di awak saja . Konsentrasi kekuasaan semacam ini dapat mengarah pada pengabaian terhadap prinsip keadilan dan etika.
Politik dinasti juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik. Ketika rakyat merasa bahwa posisi-posisi kekuasaan telah dikuasai oleh keluarga tertentu, mereka cenderung merasa apatis dan kurang bersemangat untuk terlibat dalam proses politik. Akibatnya, partisipasi pemilih menurun dan legitimasi institusi politik melemah. Dalam jangka panjang, hal ini dapat merusak stabilitas politik dan demokrasi itu sendiri. Habis, tak kan bisa disebut lagi.
Merebaknya virus ini, tentu harus ada obat ampuh pemunahnya, salah satunya peran Partai politik.
mencegah lebih baik daripada mengobati. Begitulah, partai semestinya mulai memikirkan upaya untuk mencegah terjadinya dinasti politik.
Beberapa upaya dapat ditempuh partai politik adalah mulai dari internal partai. Penting bagi partai politik untuk menetapkan aturan yang jelas tentang proses seleksi kandidat, termasuk batasan bagi anggota keluarga pemimpin partai untuk mencalonkan diri dalam posisi tertentu. Langkah ini perlu didukung dengan pendidikan politik kepada anggota dan kader partai tentang bahaya dinasti politik dan pentingnya regenerasi dalam kepemimpinan. cerdik berganti-ganti, bagak sekali Sorang.
Tahapan tersebut akan efektif jika dilandasi dengan transparansi, sehingga prosesnya dapat dipantau dan dievaluasi oleh anggota partai dan publik.
Selain itu, sudah saatnya partai politik mengedepankan sistem meritokrasi (berdasarkan prestasi dan kompetensi) dalam seleksi kandidat, sehingga kualifikasi, pengalaman, dan integritas yang menjadi pertimbangan utama, bukan hubungan keluarga.
Terakhir, partai politik butuh mendorong partisipasi aktif masyarakat dan media dalam mengawasi proses politik, termasuk seleksi kandidat oleh partai. jangan hanya jadi partai cari aman, yang penting suara naik, biarlah kualitas agak turun. optimisme masyarakat akan dapat pemimpin berkualitas, kesejahteraan serta kenyamanan bisa dinikmati dinegeri yang katanya sekeping surga didunia.