Barayo, Iklaskan Nan Tamakan Jo Uang Parkiran Talonsong

Oleh Labai Korok

Barayo bahasa awaknya adalah setiap ummat Minang merasakan adanya kegembiraan istimewa dengan tampilan diri serba iklas memberikan, iklas melayani dan iklas saling bertemu dengan sanak family, andai tolan paska melaksanakan ibadah puasa bulan Ramadhan.

Inti dari barayo itu sama juga dengan Istilah lebaran, ini merujuk pada sebutan khas dalam perayaan hari raya Idul Fitri yang ada di Indonesia. Dan bukanlah serapan dari bahasa Arab namun dari bahasa Sunda nampaknya.

Dalam bahasa Sunda, kata ‘Lebaran’ berasal dari kata “lebar” yang artinya melimpah. Lalu dalam bahasa Madura, kata dasar ‘Lebaran” adalah dari kata “lober” yang berarti tuntas.

Maka wajar ummat merasakan adanya kebebasan melimpah dalam diri disaat bulan ini, Dengan bermacam prilaku kegembiraan luas yang terjadi dimana-mana diranah Minang ini.

Idealnya apa pun yang terjadi disaat barayo ini, jangan ada rasa kecewa, rasa kesal atau rasa negatif lainnya didalam diri, semuanya diikhlaskan apa yang terjadi.

Saat barayo dengan keluarga ditempat wisata membawa kendaraan, lalu kendaraanya diparkir di suatu tempat, nah andaikan biaya parkirnya mahal tidak sesuai dengan Perda, menurut Penulis bayar saja dengan iklas.

Sikap Penulis saat barayo di satu objek wisata, kejadian Selasa, jika tukang parkir memintak uang parkir diatas tarif normal, Penulis selalu tanyakan, “kok maha bana ko bos”, lalu tukang parkir menjawab “kini hari raya mah udaa”, nah disaat kata-kata itu keluar, maka kebiasaan Penulis langsung berikan dana lebih banyak dari pada dimintak situkang parkir.

Lalu tukang parkir akan bertanya balik, “kok banyak bana Uda”, berang yoo?” langsung disampaikan itu iklas pemberian karena sekarang hari raya, “Kito pai barayo”. Begitu indahnya nilai baroyo yang perlu diciptakan.

Begitu juga dengan Kita makan dirumah makan yang ada di tempat wisata, tempat barayo, jika harganya mahal iklaskan saja, bayar saja secara iklas karena memang sekarang hari raya yang ummat bergembira ria.

Nah perantau yang pulang kampung pai barayo, apalagi pergi ketempat wisata jan merasa kesal atau bersedih jika harga parkir atau harga makan mahal dari pada biasanya, karena memang sekarang hari rayoo, jadi iklaskan saja membayar sesuai yang diminta dan ditetapkan harga dinota.

Menurut Penulis dak perlu marah atau kesal disaat tarif parkir atau tarif harga makanan naik, karena memang sekarang suasana barayo yang para jualan, para tukang parkir mengorbankan hari rayo nya melayani para tamu, para pengunjung agar bisa senang dan gembira dilokasi wisata tersebut dengan tertib.

Jika ada perantau yang kesal dengan mahalnya uang parkir dan harga makan dilokasi barayo, saran Penulis kepada perantau tersebut dak usah pai barayo keobjek wisata, lakukan saja peringatan hari raya Idul Fitri secara Syafi’i, tapi kalau barayo maka begitulah budayanya Kito dikampung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *